— anak kandung
Sungjae berlari kencang menuju tempat Yoon Nari langsung setelah turun dari bus. Senyum mekarnya dari telinga kanan ke kiri tak bisa disembunyikan sejak menerima telfon yang ia tunggu sejak seminggu lalu dari rumah sakit.
Tangannya menggenggam erat amplop cokelat besar berisi beberapa lembar kertas yang menjadi senjata sekaligus penentu hidupnya beberapa bulan ke depan di kota ini.
"Mama, Mama...," Sungjae sudah berteriak kelepasan sejak lima puluh meter dari Wake&Bake sebelum akhirnya menyeruduk pintu kaca toko itu, "Mama!"
Pegawai paruh waktu di meja kasir kebingungan mengucapkan salam sapaan hingga yang akhirnya diucapkan, "cari, mamanya, Mas?"
"Eh?" Sungjae lupa menyadari bahwa hanya ia yang tahu bahwa Yoon Nari adalah ibunya, "eh? Bukan...itu.... Saya cari mama kalian. Mbak Nari, hahahaha."
"Mbak Nari? Bu, ada yang cariin ni kayaknya," Perempuan seumuran Sungjae di balik kasir itu melirik ke sudut ruangan. Ibu yang dimaksud sedang menghias vas bunga sendirian di sana.
Sebenarnya tanpa diberitahu pun Nari sudah memperhatikan tingkah Sungjae sejak ia masuk tadi. Siapa lagi pemilik suara besar dan sumbang yang mencari orang tuanya disini selain orang yang mengaku anaknya? Begitu batin Nari.
Ia menatap tajam tanpa mengeluarkan sepatah kata. Siapa yang melihat pasti akan pamit mundur karena perasaan tak enak, seperti sedang diadili karena melakukan kesalahan besar. Tapi Sungjae tak gentar, ia akan menghadapi apapun "bentuk" ibunya. Seseram apapun rupanya sekarang, mengingat seminggu lalu dia dan Changsub mendapat bekas cakaran dan gigitan di lengan mereka.
Berbicara tentang Changsub, ia yang lebih banyak mendapat luka cakar dan gigitan mematikan Si Singa Betina mengingat hari itu ia yang bertugas menangkap dan menjinakkannya. Sehingga ia tak tahu apa yang dilakukan Sungjae dan Nari selanjutnya—yang ternyata menjalani tes DNA paternitas — karena ia merengek kesakitan dan minta diobati.
Nari menunjuk Sungjae dengan ujung gunting, menyuruhnya menuju gang samping tempat ia diculik dulu setelah diperlihatkan amplop cokelat itu dari jauuh oleh Sungjae.
"Nah, lihat ya ini ada tanda tangan petugasnya, bukan Sungjae yang niru," Sungjae tak memperpanjang pembuktiannya setelah melihat reaksi tak menyenangkan Nari. "Nah, ini kolom punya Sungjae, ini punya Papa, ini Mama punya,"
"Jangan panggil mama," potong Nari kesal.
"Huh, oke. Jadi blablabla kita lihat angka di sini," tunjuk Sungjae ke baris di bawah table, "ini, 99,99943 sekian persen. Aku adalah anakmu, Ibu."
Nari tak sanggup membantah apapun, ia percaya bahwa tak mungkin Sungjae membayar rumah sakit untuk ini atau apa yang tertulis di kertas itu adalah kesalahan. Tapi sisinya yang lain juga belum bisa menerima fakta bahwa pria jangkung dengan senyum menyebalkan ini adalah anak kandungnya yang datang dari masa depan.
Yoon Nari hanya perlu waktu untuk mencerna dan menerima semuanya.